ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI
INFRINGEMENTS OF
PRIVACY
TUGAS
MAKALAH
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Diajukan
untuk emenuhi nilai Tugas
Makalah Semester 6 Mata
Kuliah elearning
Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi
Disusun Oleh :
BONNI NURTANAYA
|
12170181
|
M REKZA FAUZY
|
12170822
|
DIANA
|
12172547
|
CATUR INDRI AGUS SETIANINGRUM
|
12171803
|
M ANJHAR RAMADHAN
|
12171169
|
PROGRAM STUDI
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur karna atas izin dan kuasanya makalah ini dapat terselesaikan, maka merasa bangga
kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena taufik dan hidayahnya tugas makalah “Infringements of Privacy” ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini membuat tentang “Infringements of Privacy”, yang kami sajikan bedasarkan
pengamatan dan berbagai sumber.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pembimbing
Susi
Susilawati yang telah membimbing kami
dalam menyelasaikan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada orang tua kami yang memberikan dukungan untuk
terselesainya proposal ini, dan teman-teman yang telah memberikan banyak motivasi kepada
kami.
Dalam proses pembuatan makalah ini, penyusun menyadari bahwa
menyusun makalah ini masih
terdapat kekurangan baik dalam materi penyusun
dan tata bahasa yang digunakan. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
para
pembimbing agar proposal ini juah lebih baik. Penulis
berharap makalah ini menjadi bermanfaat bagi dunia usaha maupun pendamping teman-teman
belajar.
Jakarta,
12 Juli 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................
4
1.2 Batasa Masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Cybercrime ......................................................................................... 6
2.2 Latar Belakang Cyber Law ..................................................................................... 6
2.3 Pengertian Cyber Law ........................................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Infringement
Of
Privacy......................................................................
8
3.2 Faktor Penyebab Infringement Of Privacy............................................................10
3.3 Landasan Hukum
Infringement Of Privacy ......................................................... 11
3.4 Contoh Kasus.......................................................................................................
14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................. 16
4.2 SaraN ...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam perjalanan menuju masa depan, saat ini perkembangan teknologi
informasi semakin cepat dan canggih terutama pada
era
globalisasi, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan hemat menjadikan internet
sebagai salah satu sarana utama untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua
kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan perusahaan. Internet sendiri merupakan
jaringan komputer yang bersifat bebas dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha
untuk menjamin keamanan informasi terhadap
komputer yang terhubung dengan jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan
berabagai usaha
untuk menjamin keamanan suatu sistem informasi yang mereka
miliki,
dikarenakan ada sisi lain dari
pemanfaatan
internet yang bersifat
mencari
keuntunagan
dengan cara yang negative, adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha
untuk melakukan serangan terhadap
keamanan
sistem informasi. Bentuk serangan
tersebut dapat dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya
yang hanya mengesalkan
sampai dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan
oleh oknum-oknum yang tidak legal.
1.2 Batasan
Masalah
Makalah ini membahas tentang
cybercrime, pengertian infringement
of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of privacy.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah
:
a. Untuk memenuhi tugas
Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi.
b. Untuk
menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi Informasi
dan
Komunikasi.
c. Menambah wawasan tentang cyber crime dan menggunakan ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang
positif.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam
pengertian tentang
infringement of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime. Karena kegiatan
infringement of privacy berkaitan dengan istilah
cybercrime.
Apa
itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan teknologi computer, khususnya
teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan
melanggar hukum yang memanfaatkan
teknologi computer
yang berbasasis
pada kecanggihan
perkembangan
teknologi internet.
Cybercrime merupakan bentik-bentuk kejahatan yang
timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime
dengan computer
crime.the U.S department of justice
memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal act
requiring knowledge of computer technologi
for its perpetration,investigation,or prosecution” pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European community development,yang mendefinisikan
computer crime
sebagai “any
illegal,unethical or
unauthorized behavior relating to yhe
automatic processing and/or the transmission of
data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya
“aspek –aspek pidana
dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer secara
umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
ilegal”.
Dari beberapa
pengertian diatas,
secara ringkas dapat dikatakan bahwa
cyber
crime dapat didefinisikan
sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan
internet yang
berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan
ataupun tidak, dengan
merugikan pihak lain.
2.2 Latar Belakang
Cyber Law
Cyber law
erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubahubah dan manusia mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti
oleh dampak positif dan
dampak negatif.
Ada dua
unsur terpenting dalam
globalisasi.
Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi dipengaruhi
atau mempengaruhi).
2.3 Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum
yang digunakan
didunia maya (cyber
space) yang
umumnya diasosiasikan dengan
internet. Cyberlaw merupakan
aspek
hukum yang
ruang lingkupnya
meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada
saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya.
Cyberlaw sendiri
merupakan istilah yang berasal
dari
Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan
peranannya dalam dunia masa
depan, karena nyaris tidak ada lagi
segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah
perangkat aturan
main
didalamnya.
Contoh Studi Kasus CYBERLAW:
Pada
tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “
Suara
Pembaharuan “ edisi 10 Januari 1991 tentang dua
orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana
komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer berupa komputer network
yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global
yang dikenal dengan internet.
Analisa Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat, dan tidak merugikan
orang lain. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini
termasuk penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang
tersebut diancam dengan
pasal 362 KUHP tentang
pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama
5 tahun. dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman penjara selama 4 tahun.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat
pribadi dan rahasia. Kejahatan ini
biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara
materil maupun immateril,
seperti
nomor
kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat
atau
penyakit tersembunyi
dan sebagainya.
Pengertian Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur
informasi mengenai
dirinya
sendiri.
[Craig van Slyke
dan France
Bélanger] dan hak
dari masing-
masing individu untuk menentukan sendiri kapan,
bagaimana,
dan
untuk apa penggunaan informasi
mengenai mereka dalam hal
berhubungan dengan
individu lain. [Alan Westin].
Kerahasiaan pribadi
(Bahasa
Inggris: privacy)
adalah kemampuan satu
atau
sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari
publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan
dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama
lebih dihargai oleh orang yang dikenal
publik. Privasi dapat dianggap
sebagai suatu
aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual
menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau
hukum privasi. Hampir
semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak
umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi
publik yang dapat dianggap
pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat
secara sukarela
dikorbankan, umumnya demi keuntungan
tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan
dan
dapat disertai bahaya tertentu atau
bahkan kerugian.
Contohnya adalah
pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau
kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya
(sering untuk kepentingan periklanan)
untuk mendapatkan kesempatan memenangkan
suatu hadiah. Contoh
lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela
diberikan tersebut dicuri atau
disalahgunakan seperti pada
pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi
tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia.
Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to Privacy"
di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888
menggambarkan "Right to Privacy" sebagai "Right to be
Let Alone" atau secara sederhana
dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas
Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap
orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi
kehidupannya untuk dimasuki
dan dipergunakan
oleh orang lain (Donnald
M Gillmor,
1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya
dilanggar memiliki hak untuk mengajukan
gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna
mengetahui bentuk-
bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun
1960 memaparkan hasil penelitiannya
terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi.
Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk umum peristiwa
yang sering dijadikan dasar gugatan
Privasi yaitu dapat kita
jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya
keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau
justru ingin menghindar atau
berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu
kemampuan untuk mengontrol
interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau
kemampuan untuk mencapai interaksi
seperti yang diinginkan.
privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik
terhadap pihak
pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Teknologi
internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak
negatif. Dampak
negatif
ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime)
yang
meresahkan masyarakat Internasional pada umunya
dan
masyarakat Indonesia
pada
khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan
tindakan yang
tegas dengan dikeluarkan
Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun
2008 tentang Informasi dan
Transaksi Ekonomi, yang
merupakan usaha untuk memberikan
kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan
peraturan perundingan
lain seperti hak cipta,
paten,
monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan
Mayantara
ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga
selain hukum nasional
juga dalam
konvensi-konvensi
internasional
sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan
menanggulanginya. Berbagai upaya
digunakan dalam menindak pelaku cyber crime
dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan
teknologi informasi di Indonesia.
3.2 Faktor Penyebab Infringement Of Privacy
3.2.1 Kesadaran Hukum
Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih dirasa kurang
Hal ini disebabkan antara
lain oleh
kurangnya
pemahaman dan
pengetahuan (lack
of
information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan
upaya penanggulangan cyber crime
mengalami kendala, yaitu kendala yang berkenaan
dengan
penataan hukum dan proses pengawasan (controlling)
masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan
dengan cyber crime. Mengenai kendala yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka
baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan.
Pola
penataan ini dapat berdasarkan
karena ketakutan
akan ancaman pidana yang dikenakan
bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri
sebagai masyarakat hukum.
Melalui pemahaman yang komprehensif
mengenai
cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat mengalami
lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.
3.2.2. Faktor Penegakan Hukum
Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet),
sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum
mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan
memiliki sistem
pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun
belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan
ini
karena masih banyak institusi
kepolisian di
daerah baik Polres maupun Polsek,
belum dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui,
dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan
kejahatan dilakukan disatu
daerah.
3.2.3 Faktor Ketiadaan Undang - Undang
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak
selalu berlangsung
bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan
unsur-unsur
lainnya
dari
masyarakat.Sampai
saat
ini pemerintah
Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga
terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana
karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk
melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku
cyber crime, asas ini
cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan
penyelidikan ataupun
penyidikan
guna mengungkap perbuatan
tersebut karena suatu
aturan undang-undang yang mengatur cyber
crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan
adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan
secara tegas atau
diperkenankan untuk terdapat pengecualian..
3.3 Landasan Hukum Infringement Of Privacy
Undang – Undang ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008
Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1. Bahwa pembangunan nasional
adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang
harus senantiasa tanggap terhadap berbagai
dinamika di
masyarakat.
2. Bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi
dan transaksi elektronik di tingkat nasional
seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Bahwa
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi
lahirnya bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru.
4. Bahwa
penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga, memelihara, dan
memperkukuh persatuan dan
kesatuan nasional
berdasarkan peraturan perundang-undangan
demi kepentingan nasional.
5. Bahwa pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional
untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
6. Bahwa pemerintah
perlu
mendukung pengembangan teknologi
informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan
nilai-nilai agama
dan sosial budaya masyarakat
indonesia.
7. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f, perlu membentuk undang-undang tentang informasi
dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah
memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi transaksi elektronik:
Bab I, tentang Ketentuan Umum
Bab II, tentang
Asas
dan
Tujuan
Bab III, tentang
informasi,dokumen,dan tanda
tangan elektronik
Bab IV, tentang
penyelenggaran
dan sertifikasi elektronik
dan sistem elektronik
Bab V, tentang transaksi elektronik
Bab VI,
tentang domain hak
kekayaan
intelektual,dan perlindungan
hak pribadi
Bab VII,
tentang perbuatan yang
dilarang
Bab VIII, tentang penyelesain
sengketa
Bab IX, tentang
peran
pemerintah
dan masyarakat
Bab X, tentang penyidikan
Bab
XI,
tentang ketentuan
pidana Bab XII, tentang ketentuan peralihan Bab
XIII, tentang ketentuan
penutup Atau UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi Pasal
27 ayat 3 adalah sebagai
berikut :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran
pasal
disebutkan pada Pasal
45 ayat 1 adalah :Setiap
Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Seperti halnya
porno dan tidak porno, maka merasa
terhina atau tidak terhina juga berada
dalam domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda
merasakannya.
Tergantung
apakah orang tersebut pendendam atau
pemaaf,
dan penerima kritik atau antikritik.
Pasal penghinaan atau pencemaran nama
baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang
dapat ditarik-tarik
seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya
sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum.
Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah
dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu
KUHP Pasal 311. Saling
tindih suatu aturan yang sama
membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja
ini bukan karena para
pembuatnya memiliki OCD
(Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu
bisa dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia,
belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar
itu sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini
adalah
orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet?
Baiklah, Saya
masih miskin saat ini. Saya tidak punya
uang 1 milyar untuk menebus harga diri
seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya
juga tidak cukup punya waktu untuk
kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah
sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan
Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian
pasal 27 ayat 3
UU ITE.
Sekali lagi
orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem
keadilan yang berpihak
pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika
Serikat yaitu
RUU
SOPA dan
PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU
ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011. Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan
online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property
Act
atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali diusulkan pada
12 Mei 2011 oleh Senator
Patrick Leahy. RUU tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu
atauillegal copies dan
barang
palsu.
RUU ini bertujuan untuk
:
a.
Melindungi kekayaan intelektual
dari pencipta konten b.
Perlindungan
terhadap obat-obatan
palsu
c. Setelah RUU
SOPA dan PIPA
muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing
and Protection
Act.Adapun Kutipan dari
CISPA atau Sharing Intelijen
Cyber dan Undang-Undang
Perlindungan.
"Menyimpang dari
ketentuan hukum lain, sebuah entitas mandiri
yang dilindungi mungkin, untuk tujuan
cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk mengidentifikasi dan memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak dan
milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti informasi dengan entitas lain,
termasuk Pemerintah Federal
3.4 Contoh Kasus
Mengirim
dan mendistribusikan dokumen yang
bersifat pornografi,
menghina, mencemarkan
nama
baik,
dll. Contohnya pernah terjadi
pada
Prita Mulyasari yang
menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.
a.
Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang
lain.
b. Melakukan penggadaan
tanpa
ijin pihak yang
berwenang.
Bisa
juga
disebut
dengan hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
c.
Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam
sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized Access.
Atau
bisa juga diartikan sebagai kejahatan
yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan
komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan
komputer yang
dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar
privasi pihak
yang berkepentingan
(pemilik sistem jaringan komputer). Contoh
kejahatan
ini adalah probing dan port.
d. Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi
yang sebenarnya.
Misalnya
data forgery atau kejahatan yang
dilakukan dengan tujuan memalsukan
data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs
berbasis web database. Contoh
lainnya adalah
Cyber Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata
terhadap pihak lain
dengan
memasuki sistem jaringan komputernya.
Sabotage dan Extortion merupakan
jenis
kejahatan
yang dilakukan
dengan
membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau
sistem jaringan komputer yang terhubung
dengan internet.
e. Google
telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web browser
milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan dengan pendapatannya
di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC), adalah yang
terbesar yang
pernah
dikenakan
atas sebuah
perusahaan yang
melanggar persetujuan
sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu
Google menandatangani sebuah persetujuan yang
mencakup janji
untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-
praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk secara
rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja
dan
Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama, alamat atau
data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar
denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang
pernah dijatuhkan atas
sebuah perusahaan
yang melanggar instruksi FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk
terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada
proses peliputan berita
dan
dapat pula terjadi pada penyebarluasan
(broadcasting) nya.Dalam proses peliputan,
seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara
berlebihan
mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter
mengejar
berita bisa mengakibatkan terlewatinya
batas-batas
kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang
sepatutnya tidak di usik.
Hak
atas kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi
sebenarnya telah disadari oleh
banyak selebritis Indonesia.
Beberapa
cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita
tentang haknya untuk melindungi kehidupan
pribadinya. Dalam menentukan
batas-batas
Privasi dimaksud memang
tidak
terdapat garis
hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan
(penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta
memalukan (embarrassing fact)
anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau
tidaknya
Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif
si objek berita. Subjektifitas
inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa
berterimakasih
atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai
contoh :
a.
Pelanggaran terhadap privasi
Tora sudiro,
hal ini terjadi
Karena
wartawan mendatangi
rumahnya tanpa izin
dari Tora.
b. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang
mengelirukan pandangan orang
banyak terhadap
dirinya.
c.
Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi
karena penyebaran foto
mereka dalam tampilan vulgar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement of privacy adalah suatu
kegiatan atau aktifitas untuk mencari
dan melihat terhadap keterangan pribadi
seseorang yang tersimpan
pada
formulir
data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.
4.2 Saran
Penulis memberikan saran kepada pengguna
internet, untuk
menggunakan secara positif
dan
tidak memanfaatkan perkembangan teknologi
internet sebagai bahan untuk
merugikan orang lain.
DAFTAR PUSAKA
Ramli, Ahmad M. Cyber Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung:
Refika Aditama, 2006
Magdalena, Merry dan Maswigrantoro
R. Setyadi. Cyberlaw, Tidak Perlu Takut.
Yogyakarta: Andi, 2007
Sulaiman, Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime. Pusat Bisnis Fakultas
Hukum: Universitas
Pelita Harapan, 2002
0 komentar:
Posting Komentar